Kisah Sahabat ZAID BIN HARITSAH
ZAID BIN HARITSAH
( TAK ADA ORANG YANG LEBIH DICINTAINYA DARIPADA RASULULLAH )
Bagian : 1 , dari 2 tulisan
Bagian : 1 , dari 2 tulisan
Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam berdiri melepas balatentara Islam yang akan
berangkat menuju medan perang Muktah, melawan orang-orang Romawi. Beliau
mengumumkan tiga nama yang akan memegang pimpinan dalam pasukan secara
berurutan, sabdanya:
"Kalian
semua berada di bawah pimpinan Zaid bin Haritsah! Seandainya ia tewas, pimpinan
akan liambil alih oleh Ja'far bin Abi Thalib; dan seandainya Ja'far tewas pula,
maka komando hendaklah dipegang oleh Abdullah ibnul Ra wahah ".
Siapakah
Zaid bin Haritsah itu? Bagaimanakah orangnya? Siapakah pribadi yang bergelar
"Pencinta Rasulullah ltu"'
Tampang
dan perawakannya biasa saja, pendek dengan kulit coklat kemerah-merahan, dan
hidung yang agak pesek. Demikian yang dilukiskan oleh ahli sejarah dan riwayat.
Tetapi sejarah hidupnya hebat dan besar.
Sudah
lama sekali Su'da isteri Haritsah berniat hendak berziarah ke kaum keluarganya
di kampung Bani Ma'an. Ia sudah gelisah dan seakan-akan tak shabar lagi
menunggu waktu keberangkatannya. Pada suatu pagi yang cerah, suaminya ialah
ayah Zaid, mempersiapkan kendaraan dan perbekalan untuk keperluan itu.
Kelihatan Su'da sedang menggendong anaknya yang masih kecil, Zaid bin Haritsah.
Di waktu ia akan menitipkan isteri dan anaknya kepada
rombongan kafilah yang akan berangkat bersama dengan
isterinya, dan ia harus menunaikan tugas pekerjaannya, menyelinaplah rasa sedih
di hatinya, disertai perasaan aneh, menyuruh agar ia turut serta mendampingi
anak dan isterinya. Akhirnya perasaan gundah itu hilang jua. Kafilah pun mulai
bergerak memulai perjalanannya meninggalkan kampung itu, dan tibalah waktunya
bagi Haritsah untuk mengucapkan selamat jalan bagi putera dan isterinya ....
Demikianiah,
ia melepas isteri dan anaknya dengan air mata berlinang. Lama ia diam terpaku
di tempat berdirinya sampai keduanya lenyap dari pandangan. Haritsah merasakan
hatinya tergoncang, seolah-olah tidak berada di tempatnya yang biasa.
Ia
hanyut dibawa perasaan seolah-olah ikut berangkat bersama rombongan kafilah.
Setelah beberapa lama Su'da berdiam bersama kaum keluarganya di kampung Bani Ma'an,.hingga di suatu hari, desa itu dikejutkan oleh serangan gerombolan perampok badui yang menggerayangi desa tersebut.
Setelah beberapa lama Su'da berdiam bersama kaum keluarganya di kampung Bani Ma'an,.hingga di suatu hari, desa itu dikejutkan oleh serangan gerombolan perampok badui yang menggerayangi desa tersebut.
Mampung
itu habis porak poranda, karena tak dapat mempertahankan diri. Semua milik yang
berharga dikuras habis dan penduduk yang tertawan digiring oleh para perampok
itu sebagai tawanan, termasuk si kecil Zaid bin Haritsah. Dengan perasaan duka
kembalilah ibu Zaid kepada suaminya seorang diri.
Demi
Haritsah mengetahui kejadian tersebut, ia pun jatuh tak sadarkan diri. Dengan
tongkat di pundaknya ia berjalan mencari anaknya. Kampung demi kampung
diselidikinya, padang pasir dijelajahinya. Dia bertanya pada kabilah yang
lewat, kalau-kalau ada yang tahu tentang anaknya tersayang dan buah
hatinya "Zaid"
Tetapi
usaha itu tidak berhasil. Maka bersyairlah ia menghibur diri sambil menuntun
untanya, yang diucapkannya dari lubuk perasaan yang haru:
"Kutangisi
Zaid, ku tak tahu apa yang telah terjadi,
Dapatkah ia diharapkan hidup, atau telah mati.
Demi AIlah ku tak tahu, sungguh aku hanya bertanya.
Apakah di lembah ia celaka atau di bukit ia binasa.
Di kala matahari terbit ku terkenang padanya.
BiIa surya terbenam ingatan kembali menjelma.
Tiupan angin yang membangkitlkan kerinduan pula,
Wahai, alangkah lamanya duka nestapa diriku jadi merana"
Dapatkah ia diharapkan hidup, atau telah mati.
Demi AIlah ku tak tahu, sungguh aku hanya bertanya.
Apakah di lembah ia celaka atau di bukit ia binasa.
Di kala matahari terbit ku terkenang padanya.
BiIa surya terbenam ingatan kembali menjelma.
Tiupan angin yang membangkitlkan kerinduan pula,
Wahai, alangkah lamanya duka nestapa diriku jadi merana"
Perbudakan
sudah berabad-abad dianggap sebagai suatu keharusan yang dituntut oleh kondisi
masyarakat pada zaman itu. Begitu terjadi di Athena Yunani, begitu di kota
Roma, dan begitu pula di seantero dunia, dan tidak terkecuali di jazirah Arab
sendiri.
Syahdan
di kala kabilah perampok yang menyerang desa Bani Ma'an berhasil dengan
rampokannya, mereka pergi menjualkan barang-barang dan tawanan hasil
rampokannya ke pasar 'Ukadz yang sedang berlangsung waktu itu. Si kecil Zaid
dibeli oleh Hakim bin Hizam dan pada kemudian harinya ia memberikannya kepada
mak ciknya Siti Khadijah. Pada waktu itu Khadijah radliyallahu 'anha telah
menjadi isteri Muhammad bin abdillah (sebelum diangkat menjadi Rasul dengan
turunnya wahyu yang pertama).Sementara pribadinya yang agung, telah
memperlihatkan segala sifat-sifat kebesaran yang istimewa, yang dipersiapkan
Allah untuk kelak dapat diangkat-Nya sebagai Rasul-Nya.
Selanjutnya
Khadijah memberikan khadamnya Zaid sebagai pelayan bagi Rasulullah. Beliau
menerimanya dengan segala senang hati, lalu segera memerdekakannya. Dari
pribadinya yang besar dan jiwanya yang mulia, Zaid diasuh dan dididiknya dengan
segala kelembutan dan kasih sayang seperti terhadap anak sendiri.
Pada
salah satu musim haji, sekelompok orang-orang dari desa Haritsah berjumpa
dengan Zaid di Mekah. Mereka menyampaikan kerinduan ayah bundanya kepadanya.
Zaid balik menyampaikan pesan salam serta rindu dan hormatnya kepada
kedua;orang tuanya. Katanya: kepada para hujjaj atau jamaah haji itu, tolong
beritakan kepada kedua orang tuaku, bahwa aku di sini tingal bersama seorang
ayah yang paling mulia.
Begitu
ayah Zaid mengetahui di mana anaknya berada, segera ia mengatur perjalanan ke
Mekah, bersama seorang saudaranya. Di Mekah keduanya langsung menanyakan di
mana rumah Muhammad al-Amin (Terpercaya). Setelah berhadapan muka dengan
Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, Haritsah berkata: "Wahai Ibnu
Abdil Mutthalib ..., wahai putera dari pemimpin kaumnya!
Anda
termasuk penduduk Tanah Suci yang biasa membebaskan orang tertindas, yang suka
memberi makanan para tawanan ....
Kami
datang ini kepada anda hendak meminta anak kami. Sudilah kiranya
menyerahkan'anak itu kepada kami dan bermurah hatilah menerima uang tebusannya
seberapa adanya?"
Rasulullah
sendiri mengetahui benar bahwa hati Zaid telah lekat dan terpaut kepadanya,
tapi dalam pada itu merasakan pula hak seorang ayah terhadap anaknya. Maka kata
Nabi kepada Haritsah: "Panggillah Zaid itu ke sini, suruh ia memilih
sendiri. Seandainya dia memilih anda,maka akan saya kembalikan kepada anda
tanpa tebusan. Sebaliknya jika ia memilihku, maka demi Allah aku tak hendak
menerima tebusan dan tak akan menyerahkan orang yang telah memilihku!"
Mendengar
ucapari Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam yang demikian, wajah Haritsah
berseri-seri kegembiraan, karena tak disangkanya sama sekali kemurahan hati
seperti itu, lalu ucapnya: "Benar-benar anda telah menyadarkan kami
dan anda beri pula keinsafan di balik kesadaran itu!"
Kemudian
Nabi menyuruh seseorang untuk memanggil Zaid. Setibanya di hadapannya, beliau
langsung bertanya: "Tahukah engkau siapa orang-orang ini?" "Ya,
tahu", jawab Zaid, "Yang ini ayahku sedang yang seorang lagi adalah
pamanku".
Kemudian
Nabi mengulangi lagi apa yang telah dikatakannya kepada ayahnya tadi, yaitu
tentang kebebasan memilih orang yang disenanginya.
Tanpa
berfikir panjang, Zaid menjawab: "Tak ada orang pilihanku kecuali anda!
Andalah ayah, dan andalah pamanku!"
Mendengar
itu, kedua mata Rasul basah dengan gir mata, karena rasa syukur dan haru. Lain
dipegangnya tangan Zaid, dibawanya ke pekarangan Ka'bah, tempat orang-orang
Quraisy sedang banyak berkumpul, lain serunya:
"Saksikan
oleh halian semua, bahwa mulai saat ini, Zaid adalah anakku ... yang akan
menjadi ahli warisku dan aku jadi ahli warisnya':
Mendengar
itu hati Haritsah seakan-akan berada di awang-awang karena suka citanya, sebab
ia bukan saja telah menemukan kembali anaknya bebas merdeka tanpa tebusan,
malah sekarang diangkat anak pula oleh seseorang yang termulia dari suku
Quraisy yang terkenal dengan sebutan "Ash-Shadiqul Amin", -- Orang
lurus Terpercaya --, keturunan Bani Hasyim, tumpuan penduduk kota Mekah
seluruhnya.
Maka
kembalilah ayah Zaid dan pamannya kepada kaumnya dengan hati tenteram,
meninggalkan anaknya pada seorang pemimpin kota Mekah dalam keadaan aman
sentausa, yakni sesudah sekian lama tidak mengetahui apakah ia celaka terguling
di lembah atau binasa terkapar di bukit.
Rasulullah
telah mengangkat Zaid sebagai anak angkat...,
maka menjadi terkenallah ia di seluruh Mekah dengan nama "Zaid bin Muhammad" ....
maka menjadi terkenallah ia di seluruh Mekah dengan nama "Zaid bin Muhammad" ....
Di
suatu hari yang cerah seruan wahyu yang pertama datang kepada sayidina
Muhammad:
Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu Yang telah menciptakan ! la telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, yang telah mengajari manusia dengan kalam (pena).
Mengajari manusia apa-apa yang tidah diketahuinya. (Q.S. 96 al-'Alaq; 1 -- 5)
Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu Yang telah menciptakan ! la telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, yang telah mengajari manusia dengan kalam (pena).
Mengajari manusia apa-apa yang tidah diketahuinya. (Q.S. 96 al-'Alaq; 1 -- 5)
Kemudian
susul-menyusul datang wahyu kepada Rasul dengan kalimatnya:
Wahai orang yang berselimut! Bangunlah (siaphan diri), sampaikan peringatan (ajaran Tuhan). Dan agungkan Tuhanmu. (Q.S. 74 al-Muddattsir: 1 - 3)
Wahai orang yang berselimut! Bangunlah (siaphan diri), sampaikan peringatan (ajaran Tuhan). Dan agungkan Tuhanmu. (Q.S. 74 al-Muddattsir: 1 - 3)
Wahai
Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu.' Dan jika tidah
kamu laksanakan, berarti kamu telah menyampaikan amanat-Nya. Dan Allah akan
melindungimu dari (kejahatan manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk
kepada kaum yang kafir. (Q.S. 5 al-Maidah: 67)
Maka
tak lama setelah Rasul memikul tugas kerasulannya dengan turunnya wahyu itu,
jadilah Zaid sebagai orang yang kedua masuk Islam ...,bahkan ada yang
mengatakan sebagai orang yang pertama.
Rasul
sangat sayang sekali kepada Zaid. Kesayangan Nabi itu memang pantas
dan wajar, disebabkan kejujurannya yang tak ada tandingannya,
kebesaran jiwanya, kelembutan dan kesucian hatinya,
disertai terpelihara lidah dan tangannya.
Semuanya
itu atau yang lebih dari itu menyebahkan Zaid punya kedudukan tersendiri
sebagai "Zaid Kesayangan" sebagaimana yang telah dipanggilkan
shahabat-shahabat Rasul kepadanya. Berkatalah Saiyidah Aisyah radhiyallah 'anha
.: "Setiap Rasulullah mengirimkan suatu pasukan yang disertai oleh Zaid,
pastilah ia yang selalu diangkat Nabi jadi pemimpinnya. Seandainya ia masih
hidup sesudah Rasul, tentulah ia akan diangkatnya sebagai khalifah!"
Sampai
ke tingkat inilah kedudukan Zaid di sisi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam Siapakah sebenamya Zaid ini?
Ia sebagai yang pernah kita katakan, adalah seorang anak yang pernah ditawan, diperjual-belikan, lalu dibebaskan Rasul dan dimerdekakannya. Ia seorang laki-laki yang berperawakan pendek, berkulit coklat kemerahan, hidung pesek; tapi ia adalah manusia yang berhati mantap dan teguh serta berjiwa merdeka.
Ia sebagai yang pernah kita katakan, adalah seorang anak yang pernah ditawan, diperjual-belikan, lalu dibebaskan Rasul dan dimerdekakannya. Ia seorang laki-laki yang berperawakan pendek, berkulit coklat kemerahan, hidung pesek; tapi ia adalah manusia yang berhati mantap dan teguh serta berjiwa merdeka.
Dan
karena itulah ia mendapat tempat tertinggi di dalam Islam dan di hati
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Karena Islam dan Rasulnya tidak
sedikit juga mementingkan tuah kebangsawanan dan turunan darah, dan tidak pula
menilai orang dengan predikat-predikat lahiriahnya. Maka di dalam keluasan
faham Agama besar inilah cemerlangnya nama-nama seperti Bilal, Shuhaib, 'Ammar,
Khabbab, Usamah dan Zaid. Mereka semua punya kedudukan yang gemilang, baik
sebagai orang-orang shaleh maupun sebagai pahlawan perang.
Dengan
tandas Islam telah mengumandangkan dalam kitab sucinya al-Quranul Karim tentang
nilai-nilai hidup:
"Sesungguhnya
semulia-mulia kalian di sisi Allah, ialah yang paling taqwa!" (Q.S.
49 al-Hujurat: 13)
Islamlah
Agama yang membukakan segala pintu dan jalan untuk mengembangkan berbagai bakat
yang balk dan cara hidup yang suci, jujur dan direstui Allah ....
Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam menikahkan Zaid dengan Zainab anak makciknya.
Ternyata kemudian kesediaan Zainab memasuki tangga perkawinan dengan Zaid,
hanya karena rasa enggan menolak anjuran dan syafa'at Rasulullah, dan karena
tak sampai hati menyatakan enggan terhadap Zaid
sendiri. Kehidupan rumah tangga dan perkawinan mereka yang tak dapat bertahan
lama, karena tiadanya tali pengikat yaitu cinta yang ikhlas karena Allah
dari Zainab, sehingga berakhir dengan perceraian.
Maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengambil
tanggung jawab terhadap rumah tangga Zaid
yang telah pecah itu. Pertama merangkul Zainab
dengan menikahinya sebagai isterinya, kemudian
mencarikan isteri baru bagi Zaid dengan mengawinkannya
dengan Ummu Kaltsum binti 'Uqbah.
Disebabkan
peristiwa tersebut di atas terjadi kegoncangan
dalam masyarakat kota Madinah. Meueka melemparkan
kecaman, kenapa Rasul menikahi bekas isteri
anak angkatnya?
Tantangan
dan kecaman ini dijawab Allah dengan wahyu-Nya,
yang membedakan antara anak angkat dan anak
kandung atau annak adaptasi dengan anak sebenamya,
sekaligus membatalkan adat kebiasaan yang
berlaku selama itu. Pernyataan wahyu itu berbunyi
sebagai berikut:
Muhammad
bukanlah bapah dari seorang laki-laki (yang
ada bersama) kalian. Tetapi ia adalah Rasul
Allah dan Nabipenutup. (Q.S. 33 al-Ahzab: 40)
Dengan
demikian kembali Zaid dipanggil dengan namanya semula "Zaid bin
Haritsah"
Dan
sekarang ....
Tahukah anda bahwa kekuatan Islam yang pernah maju medan perang "Al-Jumuh" komandannya adalah Zaid bin Haritsah? Dan kekuatan-kekuatan lasykar Islam yang bergerak maju ke medan pertempuran at-Tharaf, al-'Ish, al-Hismi dan lainnya, panglima pasukannya, adalah Zaid bin Haritsah juga?
Tahukah anda bahwa kekuatan Islam yang pernah maju medan perang "Al-Jumuh" komandannya adalah Zaid bin Haritsah? Dan kekuatan-kekuatan lasykar Islam yang bergerak maju ke medan pertempuran at-Tharaf, al-'Ish, al-Hismi dan lainnya, panglima pasukannya, adalah Zaid bin Haritsah juga?
Begitulah
sebagaimana yang pernah kita dengar dari Ummil
Mu'minin 'Aisyah radhiyallah 'anha tadi: "Setiap
Nabi mengirimkan Zaid dalam suatu pasukan, pasti
ia yang diangkat jadi pemimpinnya'"
Akhirnya
datanglah perang Muktah yang terkenal itu
....
Adapun orang-orang Romawi dengan kerajaan mereka yang telah tua bangka, secara diam-diam mulai cemas dan takut terhadap kekuatan Islam, bahkan mereka melihat adanya bahaya besar yang dapat mengancam keselamatan dan wujud mereka.
Adapun orang-orang Romawi dengan kerajaan mereka yang telah tua bangka, secara diam-diam mulai cemas dan takut terhadap kekuatan Islam, bahkan mereka melihat adanya bahaya besar yang dapat mengancam keselamatan dan wujud mereka.
Terutama
di daerah jajahan mereka Syam (Syria)
yang berbatasan dengan negara dari Agama baru
ini, yang senantiasa bergerak maju dalam membebaskan
negara-negara tetangganya dari cengkeraman penjajah.
Bertolak dari pikiran demikian, mereka hendak mengambil
Syria sebagai batu loncatan untuk menaklukkan
jazirah Arab dan negeri-negeri Islam.
Gerak-gerik
orang-orang Romawi dan tujuan terakhir mereka
yang hendak menumpas kekuatan Islam dapat
tercium oleh Nabi. Sebagai seorang ahli strategi,
Nabi memutuskan untuk mendahului mereka dengan
serangan mendadak daripada diserang di daerah
sendiri, dan menyadarkan mereka akan keampuhan
perlawanan Islam.
Demikianlah,
pada bulan Jumadil Ula, tahun yang kedelapan
Hijrah tentara Islam maju bergerak ke Balqa'
di wilayah Syam.
Demi
mereka sampai di perbatasannya, mereka dihadapi
oleh tentara Romawi yang dipimpin oleh Heraklius,
dengan mengerahkan juga kabilah-kabilah atau
suku-suku badui yang diam di perbatasan. Tentara
Romawi mengambil tempat di suatu daerah
yang bernama Masyarif, sedang lasykar Islam
mengambil posisi di dekat suatu negeri kecil
yang bernama Muktah, yang jadi nama
pertempuran ini sendiri.
Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam mengetahui benar arti
penting dan bahayanya peperangan ini. Oleh sebab
itu beliau sengaja memilih tiga orang
panglima perang yang di waktu malam bertaqarrub
mendekatkan diri kepada Ilahi, sedang di siang hari sebagai pendekar
pejuang pembela Agama. ?Tiga orang pahlawan yang siap menggadaikan jiwa raga
mereka kepada Allah, mereka yang tiada berkeinginan kembali, yang bercita-cita
mati syahid dalam perjuangan menegakkan kalimah Allah. Mengharap semata-mata
ridla ilahi dengan menemui wajah-Nya Yang Maha Mulia kelak ....
Mereka
yang bertiga secara berurutan memimpin tentara itu ialah: Pertama Zaid bin
Haritsah, kedua Ja'far bin Abi Thalib dan ketiga 'Abdullah bin Rawahah,
moga-moga Allah ridla kepada mereka dan menjadikan mereka ridla kepada-Nya,
serta Allah meridlai pula seluruh shahabat-shahabat yang lain ....
Begitulah
apa yang kita saksikan di permulaan ceritera ini, sewaktu berangkat Rasul
berdiri di hadapan pasukan tentara Islam yang hendak berangkat itu. Rasul
melepas mereka dengan amanat: "Kalian harus tunduk kepada Zaid bin
Haritsah sebagai pimpinan, seandainya ia gugur pimpinan dipegang oleh Ja'far
bin Abi Thalib, dan seandainya Ja'far gugur pula, maka tempatnya diisi oleh
'Abdullah bin Rawahah!"
Sekalipun
Ja'far bin Abi Thalib adalah orang yang paling dekat kepada Rasul dari segi
hubungan keluarga, sebagai anak pamannya sendiri .... Sekalipun keberanian
ketangkasannya tak diragukan lagi, kebangsawanan dan turunannya begitu pula,
namun ia hanya sebagai orang kedua sesudah Zaid, sebagai panglima pengganti,
sedangkan Zaid beliau angkat sebagai panglima pertama pasukan.
Beginilah
contoh dan teladan yang diperlihatkan Rasul dalam mengukuhkan suatu prinsip.
Bahwa Islam sebagai suatu Agama baru mengikis habis segala hubungan lapuk yang
didasarkan pada darah dan turunan atau yang ditegakkan atas yang bathil dan
rasialisme, menggantinya dengan bubungan baru yang dipimpin oleh hidayah ilahi
yang berpokok kepada hakekat kemanusiaan ....
Dan
seolah-olah Rasul telah mengetahui secara ghaib tentang pertempuran yang akan
berlangsung, beliau mengatur dan menetapkan susunan panglimanya dengan tertib
berurutan: Zaid, lalu Ja'far, kemudian Ibnu Abi Rawahah. Ternyata ketiga mereka
menemui Tuhannya sebagai syuhada sesuai dengan urutan itu pula!
Demi
Kaum Muslimin melihat tentara Romawi yang jumlahnya menurut taksiran tidak
kurang dari 200.000 orang, suatu jumlah yang tak mereka duga sama sekali,
mereka terkejut.
Tetapi
kapankah pertempuran yang didasari iman mempertimbangkan jumlah bilangan?
Ketika itulah ..., di sana, mereka maju terus tanpa gentar, tak perduli dan tak menghiraukan besarnya musuh .... Di depan sekali kelihatan dengan tangkasnya mengendarai kuda, panglima mereka Zaid, sambil memegang teguh panji-panji Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam maju menyerbu laksana topan, di celah-celah desingan anak panah, ujung tombak dan pedang musuh. Mereka bukan hanya semata-mata mencari kemenangan, tetapi lebih dari itu mereka mencari apa yang telah dijanjikan Allah, yakni tempat pembaringan di sisi Allah, karena sesuai dengan firman-Nya:
Ketika itulah ..., di sana, mereka maju terus tanpa gentar, tak perduli dan tak menghiraukan besarnya musuh .... Di depan sekali kelihatan dengan tangkasnya mengendarai kuda, panglima mereka Zaid, sambil memegang teguh panji-panji Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam maju menyerbu laksana topan, di celah-celah desingan anak panah, ujung tombak dan pedang musuh. Mereka bukan hanya semata-mata mencari kemenangan, tetapi lebih dari itu mereka mencari apa yang telah dijanjikan Allah, yakni tempat pembaringan di sisi Allah, karena sesuai dengan firman-Nya:
"Sesungguhnya
Allah telak membeli jiwa dan harta orang-orang Mu inin dengan surga sebagai
imbalannya. (Q.S. 9 at-Taubah: 111)
Zaid
tak sempat melihat pasir Balqa', bahkan tidak pula keadaan bala tentara Romawi,
tetapi ia langsung melihat keindahan taman-taman surga dengan dedaunannya yang
hijau berombak laksana kibaran bendera, yang memberitakan kepadanya, bahwa
itulah hari istirahat dan kemenangannya.
Ia
telah terjun ke medan laga dengan menerpa, menebas, membunuh atau dibunuh. Tetapi
ia tidaklah memisahkan kepala musuh-musuhnya, ia hanyalah membuka pintu dan
menembus dinding, yang menghalanginya ke kampung kedamaian, surga yang kekal di
sisi Allah ....
Ia
telah menemui tempat peristirahatannya yang akhir.
Rohnya yang melayang dalam perjaianannya ke surga tersenyum bangga melihat jasadnya yang tidak berbungkus sutera dewangga, hanya berbalut darah suci yang mengalir di jalan Allah.
Rohnya yang melayang dalam perjaianannya ke surga tersenyum bangga melihat jasadnya yang tidak berbungkus sutera dewangga, hanya berbalut darah suci yang mengalir di jalan Allah.
Senyumnya
semakin melebar dengan tenang penuh nikmat, karena melihat panglima yang kedua
Ja'far melesit maju ke depan laksana anak panah lepas dari busurnya. untuk
menyambar panji-panji yang akan dipanggulnya sebelum Jatuh ke tanah….
0 comments:
Post a Comment